REDMOL.ID HAL SEL Fuluk, 19 Mei 2025 — Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Fuluk, Rusdi Haji Jafar, bersama pihak perusahaan PT GTS, diduga melakukan kerja sama terselubung dalam proses pembebasan lahan yang dinilai melanggar aturan dan prosedur hukum yang berlaku.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa dalam proses pembebasan lahan tersebut, tidak ada keterlibatan dari pemerintah desa maupun pemilik lahan yang sah. Parahnya lagi, Rusdi dan pihak PT GTS dituding memalsukan dokumen-dokumen penting guna mencairkan dana pembebasan lahan secara tidak sah. Dana tersebut bahkan diketahui telah dicairkan tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari pemerintah desa.
Lebih mengejutkan lagi, Rusdi Haji Jafar selaku Ketua BPD diduga sempat memaksa Kepala Desa Fuluk, Anisa Muhammad, untuk menandatangani surat persetujuan pembebasan lahan. Namun, Kades Anisa dengan tegas menolak dan menyatakan tidak ingin mengambil risiko atas proses yang dinilainya tidak transparan dan berpotensi melanggar hukum.
Ketika dikonfirmasi, pihak perusahaan PT GTS melalui PA Okto dari bagian Legal Affairs (LA) menyatakan bahwa mereka tidak membutuhkan rekomendasi dari pemerintah desa dalam proses pencairan dana pembebasan lahan tersebut. Pernyataan ini menimbulkan polemik dan pertanyaan serius mengenai legalitas dan etika dalam pelaksanaan pembebasan lahan.
Jika terbukti, perbuatan pemalsuan dokumen dapat dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Dokumen. Pasal ini menyebutkan:
"Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun."
Sejumlah warga menyampaikan kekesalannya atas dugaan praktik ilegal tersebut. Mereka mendesak aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas semua pihak yang terlibat.
“Ini bukan hanya soal lahan, tapi soal keadilan dan transparansi. Kalau dibiarkan, bisa menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek lain di desa ini,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, baik Rusdi Haji Jafar maupun perwakilan PT GTS belum memberikan klarifikasi resmi atas tuduhan yang diarahkan kepada mereka
Redaksi*