Skandal Bendahara Kayoa Selatan: Potongan Gaji Tak Disetor, Pegawai Terjerat Tunggakan Kredit

Redaksi
0
REDMOL.ID Kayoa Selatan, Halmahera Selatan — Sebuah skandal keuangan kembali mencoreng nama baik institusi pemerintahan di daerah setelah terungkap dugaan penyelewengan dana potongan gaji oleh mantan bendahara Kecamatan Kayoa Selatan, Sumiati Saha. Dana yang seharusnya disetor ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) Halmahera Selatan untuk membayar cicilan kredit para pegawai, diduga tak pernah sampai ke pihak bank selama beberapa bulan terakhir.

Ironisnya, pemotongan gaji tetap dilakukan setiap bulan. Salah satu pegawai, Yamin Domu (inisial Y.A.), menjadi korban paling terdampak. Gajinya dipotong sebesar Rp3,5 juta setiap bulan, namun ia justru dibebani tunggakan kredit hingga Rp29 juta.

Saya sudah cukup sabar. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal tanggung jawab. Saya akan laporkan ini ke Polres agar diproses secara hukum,” ujar Yamin kepada media ini.

Pernyataan Yamin: Janji Dibayar, Tapi Tak Pernah Terpenuhi

Yamin mengaku telah beberapa kali mendengar janji bahwa tunggakan kreditnya akan dibayarkan oleh Sumiati Saha. Namun, janji tersebut tak pernah benar-benar ditepati.

Sudah berulang kali dijanjikan akan dibayar, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Pihak bank tetap membebani saya, padahal saya tidak pernah lalai membayar. Gaji saya dipotong langsung oleh mantan bendahara,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan kekecewaannya karena pihak bank terkesan menutup mata terhadap fakta bahwa dirinya sudah melakukan kewajibannya. Justru ia yang kini menanggung dampak administratif dan reputasi buruk di mata lembaga keuangan.

Fakta Baru: Mantan Bendahara Merupakan Istri Camat pa Nasarudin 

Situasi semakin pelik setelah terungkap bahwa Sumiati Saha, bendahara yang diduga melakukan penyelewengan dana, adalah istri dari Camat Kayoa Selatan sendiri,Nasarudin Tuanani Hal ini menimbulkan dugaan konflik kepentingan yang memperumit upaya penyelesaian kasus.

Menurut informasi dari sumber terpercaya, pihak bank sempat memanggil Camat Kayoa Selatan untuk membahas masalah ini. Dalam pertemuan itu, Camat mengakui bahwa sebagian dari dana tersebut digunakan olehnya dan berjanji akan menggantinya, jumlahnya disebut mencapai Rp20 juta lebih. Pihak bank, dalam kesempatan itu, menyatakan kesediaannya menerima penyelesaian secara tanggung gugat.

Katanya sudah ada kesepakatan, Pak Camat, Nasarudin akan ganti dana yang dipakai. Tapi sampai sekarang belum juga dilunasi,” ujar sumber, yang mendengar langsung dari pejabat kecamatan.

Namun, para pegawai mempertanyakan validitas dan transparansi dari "kesepakatan diam-diam" tersebut karena hingga hari ini, dampaknya masih menimpa para korban, termasuk Yamin.

Bank Akui Tidak Ada Setoran, Pegawai Terancam Kredit Macet

Pihak Bank BPD Halmahera Selatan mengonfirmasi bahwa memang tidak ada setoran dari bendahara kecamatan dalam kurun waktu yang semestinya. Seorang pejabat bank menyebut mereka telah beberapa kali berusaha menemui Sumiati Saha, namun tidak pernah mendapat jawaban yang memadai.

 “Kami sudah berusaha menemui langsung, tapi yang bersangkutan sulit ditemui dan tidak pernah memberikan penjelasan jelas,” ungkap sumber internal bank.

Pegawai pun kini menghadapi konsekuensi serius, termasuk kemungkinan tercatat sebagai nasabah kredit bermasalah (blacklist), yang bisa berdampak jangka panjang terhadap akses mereka ke layanan keuangan.

Desakan Penegakan Hukum Meningkat

Seiring berjalannya waktu, desakan agar kasus ini diproses secara hukum terus menguat. Masyarakat dan para pegawai mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan dalam mengusut skandal ini.

 “Jangan hanya dijanjikan. Ini uang orang, ini hak kami. Kalau terus dibiarkan, bukan hanya nama kecamatan yang rusak, tapi juga kepercayaan kami pada sistem,” ujar salah satu pegawai yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Hingga berita ini diterbitkan, Sumiati Saha belum memberikan pernyataan resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan media ini juga tidak membuahkan hasil.

Penutup: Skandal yang Menguji Integritas Pemerintahan Daerah

Kasus ini menjadi cermin buram pengelolaan keuangan di tingkat pemerintahan kecamatan. Terlebih dengan adanya relasi langsung antara camat dan mantan bendahara, kasus ini menyoroti potensi konflik kepentingan yang dapat merusak akuntabilitas publik.

Dengan semakin kuatnya tekanan dari pegawai dan masyarakat, kini bola panas ada di tangan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Apakah akan ada tindakan tegas atau sekadar janji-janji kosong berikutnya? Red 

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)