HAL-SEL: REDMOL.id – Pemerintahan di Desa Foya Tobaru, Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, kini berada di titik nadir. Tidak ada lagi pelayanan publik, tak ada pimpinan di kantor desa, dan yang tersisa hanyalah kekecewaan serta kemarahan warga terhadap Penjabat Kepala Desa, Mikel Hoga. Sosok yang seharusnya menjadi ujung tombak pemerintahan di desa itu kini justru dianggap sebagai penyebab utama lumpuhnya sistem pemerintahan.
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa Mikel Hoga sangat jarang berada di desa. Ia lebih sering terlihat di luar daerah, seperti Ambon dan Manado, meninggalkan tanggung jawab sebagai kepala pemerintahan desa. Ketidakhadiran ini menyebabkan aktivitas pemerintahan desa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada rapat, tidak ada pelayanan administrasi, dan yang paling parah, hak-hak perangkat desa seperti gaji dan tunjangan tidak dibayarkan.
“Pemerintahan desa mati total. Tidak ada aktivitas pelayanan, tidak ada pimpinan, dan tidak ada kejelasan soal hak-hak kami,” ujar salah satu Kepala Urusan (KAUR) yang memutuskan untuk mengundurkan diri.
Akibatnya, belasan perangkat desa memilih mundur secara massal. Mereka merasa tidak dihargai dan tidak ingin menjadi bagian dari sistem yang rusak. Pengunduran diri ini menjadi bukti nyata bahwa kondisi pemerintahan desa sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Tidak hanya perangkat desa yang kecewa, warga pun mulai kehilangan kesabaran. Dalam beberapa pertemuan informal di balai desa dan rumah-rumah warga, desakan agar Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan segera mencopot Mikel Hoga dari jabatannya kian nyaring terdengar.
“Kami tidak butuh pemimpin yang hanya datang ambil anggaran lalu pergi. Ini pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga menuntut agar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Halmahera Selatan segera turun tangan. Mereka juga meminta Bupati Halmahera Selatan menepati janjinya dalam membentuk pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan profesional.
“Ini bukan sekadar kinerja buruk. Ini sudah masuk pada pembiaran sistemik. Kalau tidak segera diatasi, rakyat yang akan terus jadi korban,” tambah warga lainnya.
Upaya konfirmasi terhadap Mikel Hoga dilakukan oleh wartawan media lokal melalui pesan WhatsApp. Namun, hingga beberapa waktu setelah pesan dikirim, tidak ada tanggapan apa pun dari yang bersangkutan. Parahnya lagi, nomor wartawan justru diblokir. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan mendalam.
“Seorang pejabat publik semestinya terbuka terhadap pertanyaan dan kritik. Bukan malah menghindar dan memblokir wartawan. Sikap seperti ini justru mempertegas bahwa ada masalah serius yang sedang ditutupi,” kata seorang jurnalis lokal.
Tindakan memblokir nomor wartawan oleh Pj Kades juga dinilai mencederai prinsip keterbukaan informasi publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat pemerintahan.
Desakan untuk mencopot Mikel Hoga kini semakin menguat. Warga berencana menyampaikan aspirasi mereka secara resmi melalui surat terbuka dan kemungkinan melakukan aksi damai jika tidak ada respons cepat dari pemerintah kabupaten.
Mereka tidak ingin desa mereka terus tertinggal akibat kepemimpinan yang dinilai tidak bertanggung jawab. Warga menuntut agar pemimpin desa yang baru nanti benar-benar memahami kondisi masyarakat dan bersedia tinggal serta bekerja di desa, bukan menjadikannya sebagai jabatan formalitas belaka.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Mikel Hoga maupun dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Halmahera Selatan. Ketidakjelasan ini semakin menambah keresahan di tengah masyarakat Desa Foya Tobaru yang kini merasa ditinggalkan oleh sistem pemerintahan yang seharusnya melayani mereka. (red)