Yaba, Bacan Barat Utara, RedMOL.id - Masa jabatan Penjabat (Pj) Kepala Desa Yaba, Nurjana Lameko, menjadi sorotan setelah muncul dugaan penyimpangan penggunaan dana desa. Salah satu kebijakan yang menjadi perbincangan adalah pemasangan meteran listrik untuk 90 rumah warga yang dilakukan dalam dua tahap.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dana desa sebesar Rp 3 juta per KWH digunakan untuk proyek ini, dengan total anggaran mencapai Rp 270 juta. Namun, pihak PLN menyebut biaya pemasangan daya 900 VA hanya Rp 843 ribu per rumah. Jika ditambahkan dengan biaya instalasi Rp 1 juta per rumah, total anggaran seharusnya hanya Rp 90 juta. Dengan demikian, terdapat selisih Rp 180 juta yang tidak jelas penggunaannya.
Selain itu, papan informasi Dana Desa Yaba mencatat anggaran sebesar Rp 796.156.000 untuk tahun 2024. Namun, penggunaan dana ini diduga tidak dilaporkan secara transparan. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Yaba, Lalesckha Christiana Nita, mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menerima laporan keuangan desa meskipun telah berulang kali meminta. Bahkan, laporan pertanggungjawaban terkait proyek pemasangan meteran listrik pun tidak pernah diberikan.
“Kami sudah meminta laporan keuangan berkali-kali, tetapi tidak pernah diberikan. Ini menunjukkan indikasi kuat adanya penyimpangan,” tegas Lalesckha.
Menanggapi tuduhan tersebut, Nurjana Lameko memberikan klarifikasi melalui pesan WhatsApp. Ia menyatakan bahwa tuduhan itu tidak berdasar. “Saya Tara transparan? Sedangkan saya pe baliho apebedes so terpampang. BPD tu belum paham, silakan kawal saya pe apebedes sudah,” tulisnya.
Namun, pernyataan ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan, terutama mengingat baliho yang dimaksud tidak menjelaskan secara rinci penggunaan dana. Selisih Rp 180 juta dari proyek pemasangan meteran listrik menjadi perhatian utama dan memperkuat desakan agar pihak berwenang segera mengusut kasus ini.
Desakan Penyelidikan Mendalam Masyarakat meminta Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Labuha untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana desa di Desa Yaba. Harapan besar ditujukan kepada aparat penegak hukum untuk segera mengungkap fakta sebenarnya.
“Kami hanya ingin keadilan. Dana desa seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana desa. Jika dugaan penyimpangan ini terbukti, hal tersebut akan menjadi preseden buruk yang merugikan masyarakat Desa Yaba. Semua pihak kini menantikan langkah konkret dari aparat hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi warga.